Kemarin di kantor kedatangan tamu dari RMI NU Kota Malang. RMI itu singkatan dari Rabithah Maahid Islamiyah yang merupakan organisasi di bawah NU yang menaungi pondok-pondok pesantren di bawahnya.
Kunjungan ini dalam rangka sharing dan studi banding pengelolaan website di pesantren-pesantren NU. Beberapa yang menjadi kendala di antaranya adalah bagaimana memulai bagi yang belum punya website lalu bagaimana mengelolanya ketika sudah punya. Banyak yang sudah punya website tetapi kemudian mati suri, tidak pernah update konten apalagi update engine yang dipakai. Website yang di awal dulu semangat dibangun berujung jadi sarang spam bahkan ada yang kena deface slot gacor.
Sebagai salah satu tim yang ditugaskan untuk menemui teman-teman dari pesantren ini, aku kemudian mendemokan bagaimana teknis membangun website mulai mendaftar domain sampai install aplikasi websitenya. Selain itu aku juga urun rembug terkait persoalan pengembangan website di pesantren sebagaimana sebelumnya disampaikan.
Secara pribadi, memiliki website bagi pesantren menurutku adalah perlu sebagai identitas dan rujukan utama di dunia digital. Tapi wujud website yang pas ketika tidak ada tenaga IT khusus yang ditugaskan untuk mengurusnya, lebih baik diwujudkan dalam bentuk Landing Page saja. Jadi itu satu halaman yang menampilkan utamanya profil pesantren dan tata cara pendaftarannya. Beberapa info lain juga bisa ditambahkan tapi yang sifatnya cenderung statis saja. Soal berita kegiatan maupun konten lainnya yang bersifat dinamis, diposting di media sosial saja lalu ditampilkan ke website dengan model embedding content atau pakai iframe.
Dengan konsep demikian, effort untuk mengelola websitenya akan jauh berkurang karena tidak lagi diperlukan maintenance yang lumayan sering seperti ketika kita membuat website berbasis CMS seperti WordPress. Maintenance Landing Page tetap perlu tapi frekuensinya akan jauh berkurang dan dari segi security juga lebih mudah mengurusnya. Kemudian soal mengisi konten di media sosial, secara psikologis efeknya akan terasa lebih menyenangkan dengan fitur-fitur yang disediakan.
Selanjutnya untuk konten dinamis yang secara teks panjang, mungkin bisa difasilitasi oleh RMI NU Kota Malang dengan menyediakan media berupa portal konten dengan konsep Citizen Journalism seperti Kompasiana, Medium, atau Kumparan. Jadi ada satu media di mana semua santri di tiap pesantren di bawah RMI NU Kota Malang bisa share tulisan di sana. Tidak harus tulisan tentang pesantren atau ilmu agama saja tapi tulisan dalam bidang apapun boleh. Dengan latar belakang yang sama-sama dari pesantren meskipun bidang tulisannya beragam dari sana akan muncul keunikan tersendiri.
Dengan menyediakan satu media yang bisa diisi bersama-sama seperti ini, inovasi-inovasi yang muncul di salah satu pesantren akan mudah menular pada pesantren yang lain. Ya karena itu tadi, informasinya dishare bersama, di satu media bersama, sehingga akan saling tahunya. Mungkin yang perlu dicatat bahwa apa yang dishare di media bersama ini adalah tanggung jawab penulis konten masing-masing tapi pihak penyedia media yaitu RMI NU Kota Malang punya hak untuk menghapus konten ketika melanggar aturan yang telah ditetapkan.