The best way to fight poverty is to empower people through access to quality education – John Legend

Meskipun mas John belum pernah diundang ngisi nikahan di Indonesia, sambil nyanyiin lagu all of me yang udah jadi default soundtrack kawinan itu, tapi apa yang dia ucapkan senada dengan tujuan program Kartu Indonesia Pintar – Kuliah atau yang disingkat KIP-K.

Dalam juknis KIP-K Kemenag (bisa diakses di sini) disebutkan bahwa KIP-K adalah salah satu program pemerintah di bidang pendidikan yang berupa pemberian bantuan biaya yang ditujukan bagi mahasiswa yang kurang mampu. Dengan adanya bantuan biaya pendidikan ini harapannya akan menjamin keberlangsungan studi mahasiswa dan memutus rantai kemiskinan dengan munculnya profil anak bangsa yang berkarakter, cerdas dan sejahtera.

Sama kan? Ancene mas John koq.

Btw, ngomong-ngomong soal KIP-K kemarin aku dapat tugas untuk melakukan monev terhadap salah satu penerima program KIP-K. Monev ini dilakukan dengan mengunjungi rumah penerima program KIP-K untuk mengecek kesesuaian data yang dia isikan dengan kondisi di lapangan. Monev ini sifatnya sampling, jadi tidak keseluruhan penerima akan dilakukan monev karena keterbatasan tenaga, waktu dan biaya.

Keluarga penerima KIP-K yang aku monev tadi bercerita kalau anaknya mendaftar KIP-K hingga 3 kali dan baru diterima. Itupun ketika baru 1 semester menerima program KIP-K, koq ndilalah IP-nya turun dan kebagian sampling monev. Sedikit curhat dan protes koq susah sekali anaknya mendapatkan program KIP-K sementara beberapa tetangga mereka yang juga mengajukan KIP-K langsung diterima padahal secara kemampuan ekonomi mereka terlihat lebih mampu.

Mendengar pertanyaan seperti ini, dengan sedikit ingatan karena pernah baca aturannya, aku coba jelaskan beberapa hal sebagai berikut.

Yang pertama, kampus penyelenggara KIP-K itu merujuk aturan dari kementerian yang menaungi masing-masing. Ada kampus yang di bawah Kemenristekdikti, ada kampus yang di bawah Kementerian Agama.

Yang kedua, tiap kampus akan mendapatkan kuota bantuan KIP-K yang berbeda-beda. Kalau di Kementerian Agama kuota tersebut ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) berdasarkan jumlah mahasiswa.

Yang ketiga, selain soal kemampuan ekonomi, ada juga faktor prestasi akademik dan non akademik yang menjadi pertimbangan.

Dan yang keempat, kuota yang telah diberikan oleh Dirjen Pendis tadi oleh masing-masing perguruan tinggi bisa dibagi per prodi sesuai kebijakan masing-masing.

Jadi ketika keluarga tadi menanyakan pertanyaan di atas, aku coba konfirmasi dulu. Apakah tetangga mereka yang anaknya mendaftar KIP-K dan diterima tadi satu kampus dengan anaknya, satu prodi dengan anaknya, dan apakah punya prestasi tambahan?

Mendengar jawaban ini si bapak manggut-manggut dan si ibu sedikit tidak cemberut. Aku juga ceritakan pengalaman monitoring lapangan seperti ini yang beberapa kali menemukan kondisi keluarga yang ekonominya jauh lebih buruk. Ceritanya bikin mbrebes mili dan bisa panjang kalau ditulis di sini.

Jadi pesan saja buat yang sekarang menerima progam KIP-K untuk serius belajarnya. Ingat 2 kali IP di bawah 3,2 bisa diputus program KIP-K nya dan dialihkan ke pendaftar lain sesuai urutan rankingnya. Dan bagi yang masih mau mendaftar harap mengisikan data dengan sejujur-jujurnya agar jangan sampai merugikan pendaftar lainnya.