Kemarin di webnya Mojok aku baca tulisan soal maling laptop di bus pantura Sinar Jaya. Itu tulisan baru yang menanggapi seutas cuitan di Twitter baru-baru saja. Aku pikir maling laptop di bus sudah tidak ada setelah sekian lama, e lha dalah tibak e koq sek ono wae.

Aku pernah kehilangan laptop di bus, 2 kali. Motifnya sama, diganti buku akuntansi. Cuma busnya beda, kalau tulisan di Mojok tadi bus jurusan Lebak Bulus – Wonosobo, kalau aku bus jurusan Semarang – Surabaya. Masih sama-sama jalur pantura.

Kejadian pertama tahun 2007, sudah lama sekali kan ya. Kalau kalian sempat ngitung 2007 ke 2023 itu berarti sudah 23 dikurangi 7 sama dengan 16 tahun. Lha koq masih terjadi lagi dengan motif yang sama persis. Artinya kan tidak ada perbaikan sama sekali baik dari sisi manajemen busnya maupun kreatifitas malingnya.

Yang kejadian pertama aku gak curiga kalau laptopku itu dimalingnya di bus. Alasannya saat itu sebelum naik bus aku mampir ke asrama dan sempat meninggalkan tasku di ruang tamu. Aku baru sadar laptopku hilang ketika udah sampai di kosan dan siap-siap berangkat kuliah. Ketika mengeluarkan barang-barang bawaan dari tas karena tasnya mau dipakai kuliah, lha koq laptopnya berubah jadi buku akuntansi. Aku kan kuliah TI bukan Akuntansi. Sambil mikir kira-kira di posisi mana kemalingannya, yang paling mungkin ya waktu aku tinggal di ruang tamu asrama itu. Secara waktunya lumayan panjang, areanya lumayan sepi, dan lingkungannya sangat memungkinkan untuk menemukan buku akuntansi.

Kejadian kedua tahun 2008. Masih bus yang sama, laptop dengan merek dan tipe yang persis sama, hanya kali ini kecurigaan terjadinya pencuriannya yang beda. Aku tidak lagi mampir asrama sebelum berangkat. Satu-satunya waktu di mana aku sempat berpisah dengan tas dan laptopku adalah saat bus berhenti di rumah makan area Tuban. Perutku agak gak enak jadi setelah makan aku berencana ke kamar mandi. Kan lumayan repot kalau harus bawa tas yang isinya bukan cuma laptop tapi juga baju dan bawaan-bawaan lain. Tasnya aku tinggal di bus selama makan dan ke kamar mandi, dan lagi-lagi laptop di dalam tas berubah menjadi buku akuntansi. Fix kalau ini, waktu yang paling memungkinkan si ~ahli akuntansi~ maling tadi mengambil dan menukar laptopku ya waktu berhenti di warung makan tadi.

Lalu ada kejadian ketiga di mana bukan aku yang mengalami tapi aku yang menjadi saksi. Waktu itu aku pulang naik bus dari Surabaya arah Jepara. Busnya masih satu perusahaan dengan yang aku naiki di dua kejadian awal tadi hanya beda nama dan warna busnya. Di tengah perjalanan daerah sekitar Kragan – Rembang, ada seorang penumpang yang meminta supir bus untuk berhenti di kantor polisi. Alasannya ketika dia membuka tasnya, laptopnya hilang dan berubah jadi buku akuntansi. Entah atas dasar apa masnya ini koq curiga bahwa malingnya masih ada di bus, makanya masnya minta ke bapak supir untuk berhenti di kantor polisi. Bapak supirnya pun menuruti berhenti di kantor polisi dan setelah menyampaikan maksudnya ada 2 polisi yang naik ke atas bus untuk melakukan pemeriksaan. Ketika pak polisi berkeliling meminta penumpang untuk membuka tasnya, tiba-tiba ada salah seorang penumpang yang melihat sebuah laptop tergeletak di bawah kursi depannya ketika dia mengambil tasnya yang juga ditaruh di bawah kursi. Laptopnya ketemu tapi malingnya gak ketahuan karena buru-buru laptopnya dikeluarkan. Kecurigaan pada salah satu penumpang ada tapi karena gak adanya bukti polisi pun tidak bisa apa-apa.

Nah, jadi gitu ceritanya. Atas beberapa pengalaman tadi sekarang kalau naik bus yang ada laptopnya, mending tasnya dipangku saja. Kalau pas bawaan agak banyak mending bawa tas 2, yang satu dipangku, satu lagi taruh bagasi. Daripada nanti berubah jadi buku akuntansi.