Nightcrawler adalah film yang menyebalkan, tapi mungkin kalian perlu menontonnya.
***
Aku barusan selesai menontonnya ulang. Sebelumya, sekitar seminggu lalu, aku sudah menontonnya di TV kamar hotel, di sela istirahat kegiatan, di sela mikirin kamu. Hallah..!!
Kenapa aku bilang film ini menyebalkan tapi malah menyarankan kalian menontonnya, karena film ini bisa memberi kita wawasan tentang bagaimana media bekerja.
Film ini bercerita tentang seorang pengumpul berita freelance yang tiap malam berkeliling kota sambil mendengarkan komunikasi di jalur radio polisi. Tiap ada informasi tentang kejahatan, kecelakaan, atau hal lain yang ditangani polisi dan bisa menjadi sumber berita, dia segera meluncur ke lokasi. Di sana dia akan merekam video di tempat kejadian untuk kemudian menjualnya ke stasiun berita.
Yang menyebalkan di sini adalah proses pengambilan video tersebut tidak sepenuhnya murni sebagaimana yang terjadi. Pada beberapa kesempatan si freelancer yang dalam film ini bernama Lou Bloom melakukan beberapa rekayasa untuk mendapatkan video yang bagus. Ada kejadian di mana dia menyeret memindahkan tubuh korban kecelakaan agar angle-nya terlihat lebih dramatis. Atau di kasus lain dia mengatur posisi foto keluarga korban di pintu lemari es TKP untuk memberi kesan bahwa korban adalah orang yang sayang keluarga. Itu baru dari sisi si pengambil gambar, belum lagi editing di stasiun berita, redaksi yang diarahkan sedemikian rupa, menghubung-hubungkan kejadian acak seolah ada keterkaitannya, semuanya lebih bertujuan untuk “jualan” daripada memberikan informasi sebagaimana aslinya yang terjadi.
Ini memang cuma film, bisa jadi berbeda dengan realita, bisa jadi sama. Tapi rasa-rasanya koq banyak miripnya, bener gak? Kalau kita ingat salah satu liputan banjir tahun lalu misalnya. Beberapa orang di lokasi kejadian (entah teman atau keluarga yang bisa kita hubungi) mengatakan bahwa itu cuma banjir biasa, tapi kita yang mengikuti kabar beritanya melalui media melihat seolah-olah itu adalah banjir yang mengerikan. Berita ini kemudian menjadi cemoohan ketika ada orang yang menemukan gambar yang persis sama tapi dengan lokasi kejadian berbeda pada waktu yang berbeda pula. Belum lagi kalau pemberitaan terkait politik semisal pilkada kalau sekarang. Mana berita yang sungguhan mana berita yang hoax, bisakah kita membedakannya? Yang lebih bikin sebal lagi adalah ketika berita-berita tersebut dengan mudahnya di-share di grup-grup WA tanpa ada konfirmasi oleh si penyebar tentang kebenaran kejadian dan sumber asalnya. Tuing-tuing bikin fitnah dan rawan menimbulkan perselisihan sesama teman bahkan keluarga. Isshh..!!
Balik ke film tadi. Sekali lagi film ini menyebalkan tapi recommended buat ditonton. Detail cerita serta akting para pemainnya benar-benar layak dinikmati. Kalau urusan bikin sebal ya itu tadi, kelakuan para tokoh di dalamnya yang lebih mementingkan urusan materi daripada idealisme jurnalistiknya. Seperti misalnya di penggalan cerita yang lain ketika Lou Bloom menyabotase kendaraan pesaingnya sesama pemburu berita, penyembunyian informasi dari polisi demi melakukan setting kejadian yang lebih menegangkan bahkan sampai mengakibatkan rekan kerjanya tertembak dan meninggal. Dan si Lou Bloom dengan muka datar tanpa dosa mengatakan itulah yang dilakukan profesional. Mengejar apapun dengan cara apapun untuk mendapatkan rating terbaik yang sejalan dengan penghasilan yang didapatkan. What a hell..o kitty..!! Astagfirullah..!!
Itu saja mungkin review-nya. Happy weekend, dan selamat menonton.